GERAKAN GAWAI POSITIF UNTUK GENERASI Z
KHOIRUL DWI WIJAYANTO
YUSRIL DWI PUTRA
M. ANDHIKA RANGGA P
Progam Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Semarang
khoirullimael@gmail.com
1. PENDAHULUAN
Masuknya era digital telah mempengaruhi perkembangan teknologi diberbagai
belahan Dunia akibatnya terjadi perubahan gaya hidup manusia yang semakin kompleks,
konsumsi gawai sudah bukan lagi menjadi hal yang tabu. Di Indonesia misalnya, pengguna
aktif smartphone per-2018 di perkirakan menyentuh angka lebih dari 100 juta orang.
Sedangkan pengguna smartphone terbanyak masih di pegang oleh Cina dengan pengguna
aktif mencapai 574 juta orang. (kominfo.go.id/02/10/15). Hal ini dirasa wajar karena jumlah
penduduk Cina memang lebih banyak di bandingkan Indonesia, perangkat teknologi tersebut
tidak hanya sekedar sebagai alat komunikasi, akan tetapi memiliki kegunaan lain berupa
game misalnya, yang memberikan sensasi kesenangan terhadap individu terutama remaja di
Indonesia.
Kecenderungan masyarakat yang hidup bergantung dengan gawai secara berlebihan
menimbulkan kecanduan khususnya terhadap remaja. kecanduan merupakan aspek perilaku
yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol (Griffiths:Essau,2008).
Fenomena gawai di kalangan remaja sudah ramai dibicarakan, remaja cenderung tidak acuh
bahkan tidak sadar dengan penggunaan gawai yang berlebihan akan menimbulkan efek
samping. Kini penggunaan gawai dapat dengan mudah dijumpai seperti di cafe, mall, bus,
kampus hampir di pinggir jalan sekalipun. Dampak penggunaan secara berlebihan dapat
dilihat dari segi kesehatan dan perilakunya terhadap lingkungan sosial.
Seperti kasus yang terjadi pada 2 siswa di Bondowoso yang mengalami gangguan
jiwa karena kecanduan gawai (kumparan.com/12/01/18). Dalam penanganan kasus dalam
mengungkap tingkat kecanduan dua siswa tersebut tergolong parah. Bahkan salah satunya
membentur-benturkan kepalanya ke tembok ketika tidak diperbolehkan menggunakan gawai
oleh orangtuanya. Disisi lain anak-anak yang kecanduan gadget awalnya tidak disadari oleh
orangtuanya. Orangtua baru menyadari setelah si anak jarang masuk ke sekolah dan prestasi
akademiknya terus menurun. Hasil psikotest yang telah dilakukan salah seorang anak
menunjukkan telah mengidentifikasi dirinya sebagai pembunuh. Sementara orang yang paling
dibencinya adalah orang tuanya yang dianggap sebagai penghalang dirinya untuk
berhubungan dengan laptop dan gawai. Selain itu,penulis juga telah melakukan survei yang
melibatkan 5 orang subjek dengan berfokus pada remaja berumur diantara 18-20 tahun. Ratarata subjek mengatakan bahwa mereka susah dipisahkan dengan gawai terutama smartphone.
Subjek menyebutkan akibat seringnya pemakaian gawai memang berdampak negatif
terhadap kehidupan mereka,mulai dari muncul kecenderungan menunda-nunda tugas kuliah
hingga terganggunya pola tidur hanya demi untuk menikmati kuota malam. Saat ini
kecanduan gawai memang sudak tidak bisa lagi dipandang sebelah mata dan cukup mencuri
perhatian.
2. PEMBAHASAN
Studi yang dilakukan University of Michigan terhadap kecanduan media (media
addiction) pada anak menemukan,kecanduan gawai pada anak tampak seperti kecanduan
alkohol pada orang dewasa (liputan6.com/06/12/17). Mereka akan selalu memikirkan gawai
bahkan ketika melakukan kegiatan bersama keluarga. Mereka juga cenderung mengalami
frustrasi dan enggan bergabung ketika dipisahkan dari perangkat tersebut. Penelitian lain
yang dilakukan oleh periset Korea Selatan, menemukan bahwa remaja yang kecanduan
gawai, memiliki kelimpahan gamma-aminobutyric acid (GABA) neurotransmiter di pusat kendali emosional otak (netralnews.com/04/12/17). Defisiensi GABA dapat menyebabkan
pikiran terhalusinasi, delusional, histeria, emosional, hipotonia, ataksia, keterbelakangan
mental, dan peningkatan rasio asam di dalam urin. Remaja yang mengindikasikan kecanduan
gawai mengaku terganggu rutinitas, kehidupan sosial, tidur dan produktivitas harian mereka.
Dalam penelitian, remaja yang tergolong kecanduan internet juga memiliki skor depresi,
kegelisahan, insomnia dan impulsif yang jauh lebih tinggi daripada kelompok yang tidak
kecanduan. Oleh karena itu,penulis tertarik untuk memberikan gagasan solusi guna untuk
membantu menekan berkembangnya kecanduan gawai serta agar penggunaan gawai tersebut
dapat berdampak positif (Wikipedia).
Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada zaman serba modern seperti
sekarang para orangtua cenderung lebih mudah memberikan gadget pada anak-anak mereka
walaupun belum cukup umur atau dapat dikatakan masih dibawah umur. Kebanyakan orang
tua pun lebih memilih jalan yang cepat dan terkesan tidak ribet dengan memberi anak-anak
mereka yang masih kecil gawai agar tidak rewel. Pola asuh semacam ini yang nantinya dapat
mendorong berkembangnya perilaku kecanduan gawai pada saat remaja yang kemudian bisa
berkanjut hingga dewasa. Ada dua cara yang dapat dilakukan,yaitu yang pertama sebagai
bentuk pencegahan,yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pola asuh orangtua dalam
mengenalkan gawai pada anak haruslah tepat. Orangtua harus paham betul kapan anak akan
mengenalkan atau memasrahkan secara sepenuhnya penggunaan gawai pada anak, serta
adanya kontrol orangtua secara intensif terhadap anak ketika berinteraksi dengan gawai.
Seperti halnya pendampingan biologis, pendampingan tersebut yang dimaksud adalah
pendampingan terhadap anak secara berkelanjutan, ditujukan ketika anak sedang
menggunakan gawai, akan lebih baik orangtua memiliki upaya mengontrol atau mengarahkan
terhadap fitur-fitur dalam gawai yang sesuai dengan tahap perkembanganya, serta gawai
digunakan sebagai media untuk menstimulasi anak khususnya fitur game misalnya bisa dijadikan sebagai bahan diskusi agar anak tidak terpacu terhadap gawainya, penerapan
penanganan tersebut bertujuan agar anak tetap memiliki interaksi terhadap lingkungan
sekitar. tidak menutup kemungkinan hal ini harus diperhatikan oleh orangtua juga agar
orangtua tidak menggunakan gawai ketika bersama anak dan keluarga misalnya pada saat
makan bersama, bermaian bersama dan lain-lain karena menurut teori belajar sosial yang
dipoperkan Albert Bandura yakni anak belajar perilaku melalui pengamatan yang terjadi
melalui kondisi orang lain lalu menirunya.
Kemudian sebagai tindak lanjut upaya pengobatan, yakni penanganan individuindividu yang telah terpengaruh dan masuk pada kategori kecanduan gawai adalah salah
satunya “deal bersama”. Menurut Sosiolog bidang jejaring sosial mengatakan bahwa individu
dapat dikatakan telah kecanduan gawai bila dalam sehari mengecek gawai tidak kurang dari
300-500 kali. Dalam hal ini orangtua dapat menerapkan “cara deal bersama” antara orangtua
dan anak dengan proses menyenangkan dan berlangsung secara dua arah
(liputan6.com/19/10/17). Mengenai pemakain gawai yang dianjurkan tidak lebih dari tiga jam
per-hari dengan istirahat 30 menit per-1 jam, kecuali untuk tujuan sekolah. Anak diajak untuk
memahami dampak negatif yang merugikan dirinya apabila pemakaian gawai tidak dibatas.
Selain itu, orangtua harus memastikan anak menggunakan gawai dengan posisi yang tepat,
pencahayaan cukup dan tidak terlalu dekat sehinga tidak merusak mata. Menjaga kesehatan
penting dilakukan, anak juga dianjurkan untuk tetap bergerak, minum dan makan. Lebih dari
itu mari kita bersama-sama menyadari esensi dari gawai bahwasanya tujuan dari penggunaan
ini adalah selain memberi kemudahan dalam mengakses informasi juga berperan
mendekatkan yang jauh bukan sebaliknya. Maka dari itu tentunya harus tetap ada semacam
quality time dari lingkungan individu entah itu keluarga ataupun teman sebaya pada saat
berkumpul bersama. (AntaraNews/12/02/16).
3. SIMPULAN
Berdasarkan informasi yang diperoleh dapat disimpulkan konsumsi gawai secara
berlebihan dan berkala dapat memicu dampak negatif yang tidak bisa dianggap remeh bahkan
dalam beberapa kasus bisa dikategorikan berbahaya. Rasa empati individu dapat berubah
semakin berkurang karena ketidak peduliannya dengan orang lain ini menimbulkan anti
sosial, bahkan dampak-dampak tersebut dapat menyebabkan depresi hingga gangguan
kejiwaan seperti kasus yang telah disinggung sebelumnya. Maka dari itu peran orangtua
sebagai pemerhati dalam lingkungan pertama individu sangatlah penting sebagai upaya
menindak lanjuti pencegahan kecederungan kecanduan konsumsi gawai.
Daftar Pustaka
Berita Satker, Penggunaan Internet di Indonesia Capai 82 Juta :
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3980/
Jurnal Psikologi ( Hubungan Antara Kecanduan Gadget (Smartphone) Dengan Empati
Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta);
Jurnal PG PAUD (Pentingnya “Pendampingan Dialogis” Orang Tua Dalam
Penggunaan Gadget Pada Anak Usia Dini)
Kumparan, Dua Siswa di Bondowoso Alami Gangguan Jiwa Karena kecanduan
Gadget : https://kumparan.com/@kumparannews/
Liputan 6, Anak Kecanduan Gadget Sama Seperti Orang Dewasa Kecanduan Alkohol
: http://health.liputan6.com/read/3185335/
Liputan 6, Apa Batasan Seseorang Bisa dibilang Kecanduan Gadget :
http://health.liputan6.com/read/3149985
Liputan 6, Cara Atasai Anak yang Kecanduan Gadget :
http://health.liputan6.com/read/3134319/
Siaran Pers, Tentang Riset Kominfo dan UNICEF Megenai Perilaku Anak dan
Remaja Dalam Menggunakan Internet : https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3834/
Sorotan Media, Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia :
https://www.kominfo.go.id/content/detail/6095/